Rezim Berganti, Paguyuban Lurah Cilegon Lunglai. Pertahankan atau "Suntik Mati"?

paguyuban lurah bentukan helldy lesu dimasa transisi

Suara Sumbang dari Internal, Paguyuban "Mati Suri"

Dulurnet, ada yang nggak beres di tubuh Paguyuban Lurah Kota Cilegon. Sudah lebih dari setahun sejak dilantik oleh Wali Kota sebelumnya, Helldy Agustian, tepatnya 12 Desember 2022, paguyuban yang menaungi 43 kelurahan ini seperti mati suri. Tidak ada program jalan, tidak ada kegiatan terdengar. Kritik datang dari internal. Salah satu lurah yang memilih anonim menyuarakan kekecewaannya. “Sejak dibentuk, tak ada geliat yang berarti. Padahal ini wadah strategis untuk koordinasi dan sinergi antar-lurah,” ujarnya kepada Wilip.id, Jumat, 30 Mei 2025, melalui pesan WhatsApp.
 

Lesu Ditengah Transisi Kepemimpinan

Melansir dari pemberitaan wilip.id (30/05/2025), kekosongan aktivitas ini makin mencolok di tengah momen penting: 100 hari kerja pasangan wali kota baru, Robinsar-Fajar. Bukannya menunjukkan gerak, paguyuban justru seperti kehilangan kompas. Harapan publik yang tadinya ingin melihat gebrakan dari para lurah di bawah kepemimpinan baru malah harus gigit jari.

Beberapa lurah bahkan sudah naik jabatan ke level yang lebih tinggi di OPD: ada yang jadi sekmat, camat, kepala bidang, bahkan pejabat struktural lainnya. Kondisi ini menurut narasumber kami semakin memperjelas perlunya restrukturisasi total. “Kalau tidak segera dievaluasi dan disegarkan, paguyuban ini hanya akan jadi formalitas. Padahal di era Robinsar-Fajar, sinergi antara lurah dan kepala daerah sangat penting untuk mempercepat program-program di tingkat kelurahan,” lanjut sang lurah.
 

Dibentuk untuk Siapa? Warga atau Kepentingan Politik?

Saat dilantik oleh Helldy Agustian, paguyuban ini digadang-gadang sebagai forum strategis kolaborasi antar-lurah. Tapi kini, publik mulai bertanya, benarkah tujuan utamanya untuk rakyat? Jika memang iya, seharusnya organisasi ini tetap aktif siapapun pucuk pimpinannya. Tak pelak banyak yang mulai menduga, paguyuban ini dibentuk tak lebih sebagai simbol kekuasaan dan alat politik, bukan sebagai sarana memperkuat pelayanan publik di tingkat kelurahan.

Jika betul paguyuban ini hanya jadi instrumen politik untuk memperkuat citra kepala daerah sebelumnya, maka tak heran kini kehilangan stamina setelah rezim berganti.
 

Evaluasi Total atau Bubarkan Saja

Transisi pemerintahan memang ujian bagi lembaga mana pun. Tapi ketika lembaga itu tidak menunjukkan manfaat untuk masyarakat, maka patut dipertimbangkan untuk dibubarkan. Paguyuban lurah harus segera dievaluasi. Tujuannya jelas, untuk memperkuat layanan masyarakat dan mempercepat pembangunan, bukan jadi kendaraan politik siapa pun. Konflik internal yang kini terjadi tak bisa dibiarkan berlarut.


Bila tidak segera dibenahi, paguyuban ini hanya akan jadi beban, bukan solusi. Dalam demokrasi, organisasi seharusnya melayani warga, bukan ego kekuasaan. Mengingat, lurah adalah ASN yang harus melayani masyarakat bukan berpihak pada kepentingan sesaat.


Sumber: wilip.id
Produk Sponsor