Saat Disperindag Sebut Parkiran Pasar Kranggot Semua Ilegal, Salah Satu Pengelola Tunjukkan Bukti Setoran Pajak Ini


Di balik label “ilegal” yang dilontarkan salah satu pejabat Disperindag Kota Cilegon, terkuak fakta berbeda di lapangan. Warga yang selama bertahun-tahun mengelola lahan parkir di Pasar Kranggot justru merasa dizalimi oleh pernyataan tersebut. Bukan tanpa bukti, mereka menunjukkan setoran pajak resmi ke kas daerah dan menuntut keadilan atas stigma yang merugikan mereka.

Pernyataan Pejabat Disperindag Dinilai Menyesatkan

Seperti yang diberitakan oleh wartaalbantani.com (10/07/2025), salah satu pejabat di Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Cilegon menyebut bahwa tidak ada lahan parkir di Pasar Kranggot yang memiliki izin resmi. Pernyataan ini memicu respons keras dari warga Link. Kranggot, khususnya para pengelola parkir yang merasa sudah menjalankan kewajibannya sebagai pembayar pajak.

Menurut Mus’ad, Ketua RT setempat, pernyataan itu sangat merugikan citra warga. Ia menyebut bahwa sebagian pengelola telah rutin menyetorkan retribusi kepada Badan Pengelolaan Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Kota Cilegon. Mus’ad menilai pernyataan tersebut tidak hanya tidak akurat, tapi juga berpotensi menyesatkan publik.


Warga Mengaku Bayar Pajak dan Sudah Lama Berkontribusi

Warga Kranggot tidak sekadar menolak label “ilegal”, mereka juga membawa bukti konkret. Seperti dilaporkan mereka kepada faktabanten.co.id (10/07/2025), beberapa pengelola parkir seperti Sumarlan menyatakan bahwa sejak tahun 2020 mereka sudah mencoba mengurus izin secara resmi. Namun sayangnya, mereka kerap mengalami kebingungan karena dilempar dari satu instansi ke instansi lain.
Foto: wartaalbantani.com 10/7/2025

Saat ini pun, mereka tetap membayar pajak kepada pemerintah, meski belum memiliki izin resmi. Bahkan, sejarah keterlibatan warga Kranggot dalam pengelolaan parkir sudah berlangsung sejak pasar tersebut dipindahkan dari Pegantungan ke Kranggot pada 2009 oleh almarhum Walikota TB Aat Syafa’at. Aktivitas parkir sudah menjadi bagian dari ekonomi warga selama lebih dari satu dekade.

Pengurusan Izin Berbelit, Warga Dilempar antar OPD

Bukan karena enggan, warga mengaku ingin mengurus izin secara legal. Namun proses birokrasi yang rumit menjadi penghalang utama. Setiap kali mendatangi Dinas Perhubungan (Dishub), mereka diarahkan ke Disperindag, lalu dilempar lagi ke DPMPTSP, tanpa kejelasan proses yang harus ditempuh.

Situasi ini menunjukkan adanya masalah koordinasi antar-OPD di lingkungan Pemkot Cilegon. Seharusnya, pemerintah hadir tidak hanya sebagai penegak aturan, tetapi juga sebagai pembina dan fasilitator. Terlebih, warga hanya ingin mencari nafkah dengan cara yang sesuai aturan, bukan melawan hukum.


Kinerja Disperindag Perlu Dievaluasi

Klaim dari pejabat Disperindag yang menyatakan semua parkir di Pasar Kranggot ilegal perlu ditinjau ulang. Ada fakta bahwa beberapa warga membayar retribusi parkir secara rutin ke pemerintah daerah. Artinya, pengelolaan parkir oleh warga tidak sepenuhnya liar seperti yang disampaikan pejabat tersebut.

Hal ini mengindikasikan kurangnya akurasi data dan koordinasi di internal Disperindag. Kinerja dinas ini patut dievaluasi. Bagaimana mungkin lahan yang menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dianggap ilegal tanpa pendalaman data?

Pertanyaan besarnya adalah: selama ini Disperindag bekerja berdasarkan data apa? Apakah ada audit menyeluruh terkait siapa saja pengelola parkir resmi dan tidak resmi di pasar? Jika tidak, maka pernyataan publik yang digeneralisasi adalah bentuk kelalaian dan bisa menjadi pencemaran nama baik bagi warga yang taat pajak.


Pengelolaan Parkir akan Dilelang, Warga Lokal Tersingkir demi Kepentingan Bisnis?

Wacana lelang pengelolaan parkiran oleh Disperindag juga memantik kekhawatiran baru. Jika benar parkiran akan dilelang ke pihak ketiga, maka warga khawatir tidak akan mendapat tempat dalam proses tersebut. Padahal mereka yang selama ini menjaga area pasar, membayar retribusi, dan hidup dari pengelolaan parkir, bisa saja terpinggirkan oleh perusahaan luar.

Warga berharap pemerintah tidak sekadar mengejar pendapatan daerah tapi juga mempertimbangkan nilai-nilai kearifan lokal dan pemberdayaan masyarakat sekitar. Lelang tanpa pembinaan hanya akan menciptakan ketimpangan sosial dan konflik horizontal di lapangan.

Daripada menggusur warga kecil, alangkah baiknya jika pemerintah mendesain skema kemitraan atau koperasi warga untuk mengelola parkir secara resmi dan terstruktur. Ini akan menciptakan situasi win-win antara PAD yang meningkat dan kesejahteraan warga yang terjamin.

Di akhir cerita, masalah ini bukan cuma soal izin. Tapi soal kehadiran negara (daam hal ini Pemerintah Kota) yang membina, bukan menghukum. Dan soal bagaimana pemerintah seharusnya berpihak pada rakyat, bukan pada narasi semata.

Referensi:

Produk Sponsor