
Kejari Cilegon Tetapkan Dua Tersangka Baru di Kasus Korupsi BPRS CM
Idealnya, BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) seperti Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Cilegon Mandiri seharusnya jadi lokomotif pertumbuhan ekonomi lokal, mengalirkan pembiayaan ke UMKM, menyokong pembangunan, dan memperkuat ekosistem keuangan syariah daerah. Tapi kenyataannya, BUMD sering kali jadi bom waktu yang meledak dari dalam.
Seperti yang diberitakan oleh indosatunews.com (19/06/2025), Kejaksaan Negeri Kota Cilegon kembali menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi di tubuh PT BPRS Cilegon Mandiri. Mereka adalah NN dan MM, masing-masing menjabat sebagai staf marketing dan account officer.
Ini bukan pertama kalinya ada penetapan tersangka.
Dua tahun sebelumnya, kejaksaan juga telah menahan Direktur Bisnis dan Manajer Marketing bank tersebut. Artinya, praktik ini bukan insiden tunggal. Ia tumbuh dan menjalar selama bertahun-tahun. Dan sayangnya, semua itu terjadi di lembaga keuangan yang membawa nama “syariah”.
Akankah Dalang Intelektual Terungkap?
Perjalanan pengusutan korupsi ini ibarat menelusuri benang kusut yang ditarik dari tengah. Penetapan staf marketing dan account officer sebagai tersangka baru menandakan bahwa dugaan penyimpangan ini bukan hanya berasal dari level atas.Tapi, justru menembus hingga ke lini operasional paling bawah.
Namun pertanyaannya, benarkah semuanya berhenti di situ? Apakah hanya mereka berempat yang memainkan uang publik itu? Atau masih ada aktor yang lebih tinggi, tersembunyi di balik tirai jabatan atau relasi politik?
Kita tahu, banyak BUMD di Indonesia dikelola seperti "bisnis keluarga". Bukan hal asing jika jabatan strategis diisi berdasarkan loyalitas, bukan profesionalisme. Dan kalau begitu polanya, maka tindakan korupsi bukan sekadar penyimpangan individual, tapi bagian dari sistem yang rusak dari awal.
Lembaga Keuangan Berlabel Syariah Pun Masih Ada Celah Korupsi
Kasus BPRS Cilegon Mandiri menggarisbawahi satu hal penting: sistem pengawasan internal di lembaga ini gagal total. Entah karena tidak berjalan, atau memang sengaja dimatikan. Ketika lembaga keuangan publik tidak memiliki transparansi dan kontrol yang ketat, maka potensi penyimpangan hanya tinggal soal waktu. Lebih ironis lagi, bank ini membawa label syariah.Tapi etikanya tidak mencerminkan nilai-nilai tersebut. Dalam logika publik, lembaga syariah mestinya bersih dari skandal keuangan. Tapi kasus ini menampar persepsi itu keras-keras. Kepercayaan masyarakat jadi taruhannya.
Sementara itu, Pemerintah Kota Cilegon sebagai pemilik BUMD nyaris tak terdengar suaranya. Padahal ini adalah momen krusial untuk melakukan pembenahan. Atau justru, diamnya mereka mengindikasikan hal yang lebih dalam?
Segera Reformasi BUMD Kota Cilegon
Kita tidak bisa membiarkan kasus-kasus seperti ini jadi hal yang lumrah. Jika Cilegon ingin jadi kota industri yang maju, maka urusan integritas keuangan harus jadi pondasi utama. Tidak boleh ada toleransi terhadap pembobolan uang publik, apalagi jika itu terjadi secara sistemik.Kasus BPRS CM seharusnya jadi peringatan keras. Bukan cuma untuk Cilegon, tapi juga daerah-daerah lain yang mengelola BUMD tanpa transparansi. Sudah saatnya dilakukan audit menyeluruh, reformasi struktur, dan penegakan hukum yang tegas tanpa pandang bulu.
Karena kalau uang rakyat terus dibobol dari dalam, lalu kapan kota ini bisa maju?
Referensi:
- indosatunews.com – 19/06/2025