
Pelapak Online Siap-Siap, Pajak Baru Segera Berlaku
Rencana kebijakan baru dari Kementerian Keuangan bakal bikin pedagang online bersiap-siap kencangkan ikat pinggang. Menurut cnnindonesia.com (25/06/2025), Menteri Keuangan Sri Mulyani sedang menyiapkan aturan baru yang mewajibkan platform marketplace seperti Shopee, Tokopedia, TikTok Shop, dan sejenisnya untuk memungut pajak dari para pedagang.
Pajak yang dikenakan sebesar 0,5 persen dari omzet tahunan pedagang dengan penghasilan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Artinya, jika kamu punya omzet Rp4 juta sebulan, siap-siap potongannya mulai terasa.
Pungutan ini akan dilakukan langsung oleh platform, alias dipotong otomatis. Pemerintah menyebut ini sebagai upaya “penyamaan perlakuan” antara toko online dan offline. Tapi benarkah kebijakan ini adil dan memihak rakyat?
Beban Tambahan di Tengah Daya Beli Lesu, Platform E-Commerce Khawatir
Reaksi keras langsung datang dari industri. Masih dari sumber yang sama cnnindonesia.com, sejumlah platform e-commerce keberatan dengan aturan ini karena bisa menaikkan biaya administrasi mereka. Belum lagi kekhawatiran kalau para penjual kabur dari marketplace karena makin banyak potongan.
Sementara itu, para pedagang kecil yang biasanya mengandalkan marketplace sebagai etalase digital tanpa biaya besar, sekarang harus siap menghadapi potongan baru. Padahal, di waktu bersamaan, promo ongkir makin jarang, fee transaksi makin besar, dan harga pokok barang terus naik. Ditambah kondisi daya beli masyarakat yang sedang menurun, kehadiran pajak ini justru bikin mereka tambah kepayahan.
Dulu Sudah Pernah Dicanangkan, Tapi Gagal
Info yang bikin rencana ini makin panas, adalah ketika publik teringat dengan peraturan mirip yang pernah dirilis akhir 2018. Saat itu, semua operator e-commerce diwajibkan membagikan data penjual dan membantu pungut pajak. Tapi belum genap tiga bulan, kebijakan itu langsung dicabut karena tekanan besar dari pelaku industri.
Kini, dengan formula yang sedikit berbeda, kebijakan ini coba dihidupkan kembali. Tapi pertanyaannya tetap sama: apakah negara benar-benar siap menjalankan ini secara adil, transparan, dan tanpa menyakiti pelaku usaha kecil?
Defisit APBN Bukan Alasan Tekan Rakyat, Kejar Dulu Koruptor!
Ada satu hal yang bikin publik makin geram. Di tengah defisit anggaran dan pendapatan negara yang terus tertekan, kenapa yang diburu justru pedagang kecil di platform digital? Kenapa bukan uang triliunan yang dijarah koruptor yang jadi target utama?
Banyak pelapak dan pengamat fiskal mempertanyakan keberpihakan negara. Apakah lebih mudah mengejar UMKM digital daripada membongkar kasus korupsi besar? Jika pungutan terus dilakukan ke bawah tanpa kejelasan reformasi ke atas, maka keadilan fiskal hanya jadi jargon tanpa makna.
Apalagi Kemenkeu sendiri enggan memberikan komentar soal ini saat dimintai tanggapan oleh media. Transparansi yang minim malah menambah kecurigaan publik. Di satu sisi rakyat disuruh patuh bayar pajak, tapi di sisi lain maling uang negara jalan terus tanpa hambatan.
Referensi:
- cnnindonesia.com – 25/06/2025