Pemutusan aliran listrik di Masjid Agung Cilegon oleh PLN Unit Cilegon memicu kecaman dari Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Kota Cilegon. Tindakan tersebut dilakukan tanpa pemberitahuan, dengan alasan tagihan listrik sebesar Rp3 juta yang diklaim belum dibayar. Kejadian pada Selasa (28/1/2025) itu memantik protes lantaran masjid merupakan simbol religius masyarakat.
Tatang Tarmidzi, pengurus HIPPI, menyebut langkah PLN sangat ceroboh. "Ini menunjukkan kurangnya empati. Tindakan seperti ini seharusnya dihindari, apalagi kami mendengar tagihannya sudah dilunasi," ujar Tatang.
HIPPI Minta Audiensi
Tidak hanya protes, HIPPI Kota Cilegon berencana mengirimkan surat audiensi kepada PLN. M. Irham, Sekretaris DPC HIPPI Cilegon, menegaskan bahwa keputusan PLN ini mengecewakan, terutama karena menyasar rumah ibadah. "Sebagai perusahaan negara, PLN seharusnya lebih bijaksana. Kami ingin membahas ini langsung agar kejadian serupa tidak terulang," ucapnya.
Zia, calon Ketua HIPPI Kota Cilegon, mengajak masyarakat tetap solid menghadapi permasalahan ini. Ia menilai langkah PLN memutus aliran listrik tanpa komunikasi menunjukkan lemahnya koordinasi. “Kami akan meminta penjelasan terkait pemutusan ini. Apakah ini murni keteledoran atau ada hal lain yang perlu diperiksa bersama,” jelas Zia.
Masjid Agung, Simbol Religius Cilegon
Masjid Agung tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga simbol kebanggaan warga Cilegon. Oleh sebab itu, HIPPI mengingatkan agar pengelola masjid lebih terbuka soal kendala yang dihadapi, termasuk pembayaran listrik. "Jangan sampai masyarakat tahu setelah masalahnya viral. Ini bisa diantisipasi sejak awal dengan komunikasi yang baik," tambah Zia.
HIPPI juga menyoroti pentingnya nilai-nilai Pancasila, khususnya sila pertama, dalam menangani masalah yang melibatkan tempat ibadah. Menurut mereka, PLN perlu lebih peka dan mengutamakan pendekatan persuasif, bukan sekadar eksekusi teknis.
Sebagai langkah lanjut, HIPPI berharap PLN segera memberi penjelasan resmi, dan pengelola Masjid Agung memperbaiki pengelolaan administrasi agar kejadian serupa tidak terulang. “Masjid adalah kebanggaan masyarakat. Mari jaga martabatnya bersama,” tutup Tatang.
Sumber: Tuntas Media (diolah kembali)