Selama ±5 bulan, aktivitas alat berat terus berjalan, getarannya sampai ke rumah warga yang hanya berjarak sekitar 5 meter dari bibir jurang bekas galian. Ini bukan sekadar gangguan kenyamanan, ini ancaman keselamatan.
Ada yang lebih mengejutkan, setelah disidak, tambang tersebut dinyatakan tidak berizin. Artinya, selama lima bulan ada kegiatan penambangan ilegal yang lolos dari pantauan pemerintah daerah.
Lalu, setelah ditemukan pelanggaran, tambang hanya disegel dan pengusaha diminta mengurus legalitas. Pertanyaannya:
Kalau sudah terbukti ilegal, kenapa tidak diproses hukum sesuai aturan?
Bagaimana Regulasi Sebenarnya?
Apakah cukup dengan mengurus izin susulan, seolah-olah pelanggaran selama lima bulan bisa dihapus begitu saja?
Padahal, aturan sudah sangat jelas. Perpres Nomor 55 Tahun 2022 menegaskan bahwa pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan pengawasan galian dilakukan oleh pemerintah daerah, termasuk Pemprov.
Pasal 37 UU No. 4/2009 tentang Minerba mengatur IUP diberikan oleh bupati/walikota jika wilayah tambang berada dalam satu kabupaten/kota, dan oleh gubernur jika lintas kabupaten.
PP 96/2021 bahkan menegaskan izin tambang batuan wajib memenuhi syarat administratif, teknis, lingkungan, dan finansial sebelum beroperasi.
Jika semua aturan ini sudah ada, kenapa pengawasan baru berjalan setelah kasus ini viral? Apakah mekanisme pengawasan di lapangan lemah? Atau ada kelalaian aparat hingga tambang bisa beroperasi selama berbulan-bulan tanpa izin?
Lebih penting lagi, jika tambang ilegal hanya “disegel” dan lalu diberi kesempatan mengurus izin susulan, ini berbahaya. Bisa menciptakan preseden buruk: pengusaha lain akan merasa bisa menggali dulu, urus izin belakangan.
Menanti Tindakan Tegas
Pemerintah harus melakukan lebih dari sekadar penyegelan. Harus ada proses hukum terhadap penambang ilegal, audit terhadap seluruh aktivitas tambang di wilayah sekitar, serta pemulihan lingkungan. Warga yang terdampak berhak mendapat rasa aman dan keadilan, termasuk kompensasi jika rumahnya rusak atau harus direlokasi.
Hukum harus ditegakkan bukan hanya setelah viral, tapi sejak ancaman pertama muncul. Jika tidak, kasus serupa akan terus terulang dan publik akan kehilangan kepercayaan pada fungsi pengawasan daerah.