
Dulurnet, nama Budi Prajogo, Wakil Ketua DPRD Banten dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), akhir-akhir ini menjadi sorotan publik. Lantaran memo titipan calon siswa yang sempat beredar dalam proses SPMB 2025.
Pasca viralnya pemberitaan ini bahkan hingga menjadi isu berskala nasional, terungkap fakta mengenai jumlah kekayaannya yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2024.
Laporan resmi tersebut mengungkap bahwa Budi Prajogo memiliki total kekayaan sebesar Rp6.219.586.315. Angka ini menjadi topik pembicaraan di tengah masyarakat yang mulai kritis terhadap integritas wakil rakyat dan gaya hidup pejabat publik, terutama di daerah.
Punya Harta 6,2 M dalam Bentuh Tanah dan Bangunan
Berdasarkan data LHKPN yang dipublikasikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagian besar kekayaan Budi berasal dari aset properti. Ia tercatat memiliki 10 bidang tanah dan bangunan yang jika dijumlahkan nilainya mencapai Rp5.903.000.000.
Selain properti, Budi juga memiliki alat transportasi dan mesin berupa sepeda motor dan mobil senilai Rp147.000.000. Harta bergerak lainnya sebesar Rp43.000.000, serta kas dan setara kas senilai Rp126.586.315. Tidak ada utang yang tercantum dalam laporan tersebut.
Kepemilikan harta dalam jumlah besar tentu tidak menyalahi hukum jika diperoleh secara sah. Namun, hal ini tetap menimbulkan pertanyaan, terutama ketika diiringi oleh sorotan terhadap tindakan etik dalam jabatan publik.
Kritik Publik terhadap Etika dan Integritas Wakil Rakyat
Kritik muncul bukan semata karena angka kekayaannya, melainkan karena munculnya persepsi ketidaksesuaian antara peran wakil rakyat dan intervensinya dalam meianisme SPMB di Banten. Dengan kemunculan memo titipan siswa yang mencantumkan nama dan tanda tangan Budi Prajogo, dianggap menyalahi etika dan dioandang sangat memalukan.
Publik mempertanyakan, sejauh mana integritas wakil rakyat dalam menjalankan peran dan fungsi parlemennya. Masih banyak permasalahan yang termasuk kedalam cakupan tugas pokok yang harus diselesaikan, dibanding harus cawe-cawe diluar kewenangan.
Perlu Tindak Lanjut Etik, Bukan Sekadar Basa-basi Politis
Kasus ini semestinya harus diiringi dengan penegakan kode etik yang jelas, karena bersinggungan dengan kepentingan publik yang memiliki hak setara untuk mengakses pendidikan formal.
Sepatutnya, memo titipan siswa ini bisa menjadi pintu masuk bagi lembaga etik legislatif seperti Badan Kehormatan DPRD untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap integritas pejabat yang bersangkutan.
Sayangnya, hingga kini Dewan Kehormatan DPRD Banten belum memberikan tanggapan atau inisiatif apapun. Situasi ini kembali menguatkan persepsi publik bahwa banyak prosedur etik di parlemen daerah yang berjalan pasif, menunggu tekanan atau laporan administratif dari masyarakat terlebih dahulu.
Padahal, di era keterbukaan informasi saat ini, inisiatif untuk menjaga kredibilitas lembaga seharusnya datang dari dalam institusi itu sendiri.
Referensi:
- tajuknasional.com – 29/06/2025
- elhkpn.kpk.go.id - diakses pada 29/6/2025