Sosok pengemudi yang kemudian dikonfirmasi sebagai Hikmatullah, anggota DPRD dari Partai Gelora, sontak jadi bulan-bulanan opini publik.
Antara Shock Therapy atau Arogansi?
Menurut penelusuran detik.com (17/06/2025) dan pemberitaan dari SuaraBanten.id (10/06/2025), insiden itu terjadi di tengah aksi mogok kerja yang berlangsung berhari-hari. Hikmatullah hadir di lokasi dengan alasan pribadi, mengaku hendak menemui manajemen perusahaan. Namun saat dirinya ingin masuk ke kawasan pabrik, massa aksi menghadang.Dalam kondisi itu, mobil yang dikendarainya justru terus melaju, hingga seorang buruh terjepit di bagian depan kendaraan.
Dalam klarifikasinya, Hikmatullah menyebut aksinya sebagai bentuk “shock therapy” agar jalan terbuka, bukan untuk melukai siapa pun (Kompas.com, 10/06/2025).
Ia juga menegaskan kehadirannya tidak dalam kapasitas sebagai anggota dewan, melainkan sebagai warga biasa.
Tapi, opini publik terlanjur mencuat. Statusnya sebagai anggota legislatif membuat semua tindakannya tidak bisa dilepaskan dari embel-embel jabatan.
Sehingga tak sedikit anggapan yang muncul, tindakan tersebut sebagai gentuk arogan seorang anggota DPRD Kota Cilegon. Disinilah ironinya, ketika perwakilan rakyat nampak tak bersahabat dengan rakyatnya sendiri yang disebut sedang menuntut keadilan mereka sebagai buruh.
Buruh Ajukan Tuntutan PAW kepada BK DPRD Cilegon
Pasca viralnya insiden, gelombang aksi lanjutan muncul. Serikat buruh mengepung gedung DPRD Cilegon, menuntut pemecatan Hikmatullah dan meminta proses hukum dijalankan tanpa kompromi (detik.com, 17/06/2025).Namun dalam audiensi resmi bersama perwakilan buruh yang digelar di DPRD Cilegon pada 17 Juni 2025, Badan Kehormatan (BK) menyatakan telah melakukan klarifikasi, investigasi, dan dokumentasi atas kejadian tersebut. Qoidatul Sitta, anggota BK, menegaskan bahwa persoalan ini sedang ditangani sesuai prosedur internal lembaga.
Sayangnya, BK tak bisa memberikan sanksi pemecatan langsung atau Pergantian Antar Waktu (PAW). Karena hal itu berada di tangan partai politik pengusung, yaitu DPP Partai Gelora. Di sini kita bisa melihat adanya kesenjangan antara etis dan kekuasaan semakin terlihat jelas.
Sorotan Publik Terhadap Lembaga Legislatif
Publik menyebut tindakan Hikmatullah sebagai bentuk arogansi legislatif. Meski secara hukum ia belum tentu bersalah, namun secara moral dan etika, masyarakat menuntut akuntabilitas. Di tengah kepercayaan publik terhadap lembaga politik yang terus merosot, kasus ini memperburuk persepsi yang sudah keruh.Apalagi, jika Badan Kehormatan DPRD Cilegon tidak mampu menunjukkan ketegasan dalam menegakkan etika anggotanya sendiri, maka siapa lagi yang bisa dipercaya menjaga marwah institusi?
Dalam situasi ini, bukan hanya Hikmatullah yang sedang disorot publik. Sikap DPRD Cilegon sebagai lembaga legislatif juga tak lepas dari perhatian masyarakat.
Apakah mereka ada untuk benar-benar berpihak kepada rakyat?
Referensi:
- banten.suara.com – 10/06/2025
- detik.com – 17/06/2025
- kompas.com – 10/06/2025