Bayar Rp750 Ribu untuk Wisuda di Luar Sekolah, SD Madani Cilegon Jadi Pembicaraan

Heboh, SD Madani Cilegon adakan wisuda di luar sekolah


SD Madani Cilegon belakangan jadi buah bibir netizen setelah acara penglepasan (wisuda) siswa kelas 6-nya dianggap melanggar Surat Edaran (SE) Wali Kota Cilegon No. 497 Tahun 2025. Biaya Rp750 ribu untuk kegiatan itu langsung memicu reaksi publik, terutama setelah unggahan Instagram @fakta_banten ramai dibicarakan dan mendapatkan banyak tanggapan.

Namun, seperti yang diberitakan oleh rubrikbanten.com (16/06/2025), pihak sekolah akhirnya angkat suara. Mereka menegaskan bahwa kegiatan tersebut bukan pelanggaran, bahkan justru dilaksanakan dengan mengikuti arahan dari pemerintah kota. Lalu, sebenarnya di mana letak persoalannya?
 

SE Wali Kota Cilegon Melarang Wisuda atau Mengatur Teknisnya?

Surat Edaran No. 497/2025 yang diterbitkan Wali Kota Cilegon bukanlah larangan total terhadap wisuda. Substansi utamanya adalah agar kegiatan penglepasan siswa dilakukan di lingkungan sekolah atau tempat yang tidak berbayar alias tidak menyewa gedung luar. Hal ini dimaksudkan untuk menekan biaya yang memberatkan orang tua dan menekan komersialisasi momen kelulusan. 

Sayangnya, tafsir publik atas SE ini kadang terburu-buru. Banyak yang menyangka acara wisuda dilarang total, padahal nyatanya sekolah masih diperbolehkan melaksanakan dengan catatan: hemat, nonkomersial, dan dilakukan di fasilitas milik sendiri atau pemerintah. Inilah yang kemudian menjadi titik bias informasi ketika SD Madani menggunakan aula milik KOMINFO Cilegon, yang sejatinya tak disewa alias gratis.
 

SD Madani Buka Suara: "Kami Tidak Melanggar"

Dalam klarifikasinya, Kepala SD Madani, Nunu Aenudin, menjelaskan bahwa kegiatan wisuda telah melalui kesepakatan bersama orang tua sejak pertengahan 2024, jauh sebelum Pilkada dan bahkan sebelum Wali Kota baru dilantik.

Nunu menyebut bahwa pihaknya justru mengikuti arahan dalam SE tersebut. Dalam pemberitaan rubrikbanten.com, ia menjelaskan bahwa biaya penglepasan yang disebut oleh media sebesar Rp750 ribu bahkan lebih rendah dari hasil rapat komite pada Juni 2024, karena sekolah mempertimbangkan SE Wali Kota untuk tidak menyewa gedung luar.
 

Media Sosial, Persepsi Publik, dan Bias yang Tak Terhindarkan

Postingan akun Instagram fakta_banten tentang pemberitaan ini sontak mendapatkan 246 komentar., dan 611 likes. Sebagian netizen membela SD Madani dengan menyebut bahwa sekolah swasta, terutama yang berbiaya tinggi, memiliki hak lebih luas untuk mengatur acara internal.

Komentar seperti “kalau orang tuanya mampu, kenapa dipermasalahkan?” atau “Gedungnya juga bukan hotel kok, tapi aula pemerintahan” menunjukkan bahwa beberapa masyarakat memahami konteks lebih dalam.

Ada lagi akun dengan nama pengguna "Haloo_1334" mengungkapkan: "Saya orang tua wali murid yg terlibat langsung dalam pembahasan rapat pengelapasan SD Madani, pihak sekolah sebetulnya menginginkan pengelapasan di sekolah pasca ada edaran walikota Cilegon, tapi sebagian besar Wali murid menginginkan di hotel." tulisnya.

Namun, sisi lain memperlihatkan kecurigaan publik pada media. Akun dengan nama pengguna wade.nara, menyindir, “Min, kalo dikasih duit diem gak? Banyak LSM ato PWI yg gitu min. Ngangkat berita cuma krna cuan.” tulisnya.

Edukasi Publik Lebih Penting dari Sekadar Surat Edaran

Kasus SD Madani membuka fakta bahwa kebijakan publik, sebaik apapun niatnya, bisa gagal diterima kalau tidak disosialisasikan dengan matang. Banyak sekolah bingung menafsirkan SE, publik pun langsung menarik kesimpulan berdasarkan potongan informasi dan persepsi masing-masing.

Di tengah semua ini, peran media menjadi krusial, apakah menyuarakan fakta, atau membentuk opini? Apakah informasi disampaikan utuh, atau hanya dipilih-pilih untuk menggiring persepsi? SE No. 497 bukan larangan, tapi pengingat agar dunia pendidikan kembali kepada esensi kesederhanaan, keadilan, dan tidak memberatkan. Dan seperti yang terjadi di SD Madani, beragamnya interpretasi menjadi ajang pertempuran narasi.
 

Referensi:

Produk Sponsor