Rumah Terbakar Tewaskan Bocah 6 Tahun, Akibat Tak Bisa Beli Token Listrik. IMC Desak Pemkot Evaluasi


Tragedi kebakaran di wilayah Citangkil, Kota Cilegon, menyisakan duka mendalam. Seorang anak berusia enam tahun ditemukan tewas setelah rumah kontrakan yang mereka tempati dilalap api. Berdasarkan pemberitaan bantennews.co.id (02/11/2025), kebakaran itu diduga berasal dari lilin yang digunakan untuk penerangan, karena rumah keluarga korban kehabisan token listrik.

Insiden memilukan ini membuka mata publik bahwa di tengah megahnya kawasan industri baja dan energi, masih ada warga yang hidup dalam gelap. Bukan hanya gelap karena padamnya listrik, tapi juga gelap oleh ketimpangan sosial yang kian terasa di tataran masyarakat lapisan bawah.


Kesenjangan di Tengah Kota Industri

Cilegon selama ini dikenal sebagai kota dengan sumbangan besar terhadap perekonomian nasional. Deretan pabrik baja dan proyek energi berdiri megah, menjadi simbol kemajuan industri. Namun di sisi lain, tragedi di Citangkil menunjukkan bahwa kemakmuran belum benar-benar menyentuh seluruh lapisan masyarakat.

Keluarga korban, yang hidup pas-pasan, terpaksa menggunakan lilin untuk penerangan saat listrik di rumah mereka padam. Ketidakmampuan membeli token listrik menjadi pemicu utama munculnya api yang akhirnya menelan korban jiwa. Peristiwa ini seakan menjadi potret nyata bahwa hak dasar seperti listrik masih menjadi kemewahan bagi sebagian warga.


Kemiskinan dan Luka Sosial

Kejadian di Citangkil bukan sekadar kecelakaan, tapi juga sinyal bahwa kemiskinan masih menghantui kota yang katanya makmur. Ketimpangan ini memperlihatkan jurang antara geliat industri dengan kondisi sosial masyarakat di sekitarnya. Ketika pabrik-pabrik menyala terang, ada rumah-rumah kecil yang harus memilih antara makan atau menyalakan lampu.

Listrik sejatinya bukan hanya fasilitas tambahan, melainkan kebutuhan dasar yang menopang kualitas hidup. Hilangnya akses energi bagi masyarakat kecil menjadi tanda bahwa sistem kesejahteraan masih jauh dari ideal. Tragedi ini sekaligus mempertanyakan sejauh mana kebijakan pemerintah mampu menjamin hak dasar warganya untuk hidup layak.


Kritik IMC dan Tanggung Jawab Pemerintah

Masih mengutip laporan dari bantennews.co.id, perwakilan dari Ikatan Mahasiswa Cilegon menilai peristiwa ini sebagai bentuk kegagalan pemerintah dalam menjamin hak dasar rakyat. Menurut mereka, kematian anak kecil akibat tidak mampu membeli token listrik adalah tanda lemahnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat miskin energi.

Kritik ini bukan tanpa dasar. Konstitusi melalui Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menegaskan hak setiap warga negara untuk hidup layak dan sejahtera. Jika di kota industri seperti Cilegon masih ada warga yang kehilangan nyawa karena tak bisa menyalakan lampu, maka ada sesuatu yang keliru dalam arah kebijakan sosial dan energi.

Desakan evaluasi terhadap kebijakan subsidi energi pun menguat. Selama ini, skema bantuan dinilai belum tepat sasaran dan lebih banyak dinikmati kelompok besar daripada rakyat kecil. Pemerintah daerah dan pusat diharapkan dapat meninjau ulang sistem yang berlaku agar subsidi benar-benar berpihak pada warga yang membutuhkan.


Harapan Akan Kesejahteraan yang Merata

Tragedi Citangkil menjadi pengingat pahit bahwa pembangunan tidak bisa hanya diukur dari tinggi gedung atau banyaknya investasi industri. Kesejahteraan seharusnya dirasakan merata, termasuk akses terhadap energi. Api yang menelan korban jiwa itu seharusnya menyalakan kesadaran baru bagi pemerintah dan masyarakat, bahwa keadilan sosial tidak boleh padam seperti lilin di malam gelap.

Selama masih ada warga yang kehilangan nyawa karena tak mampu membeli token listrik, maka kemajuan yang dibanggakan hanyalah ilusi. Kota industri seperti Cilegon perlu memastikan bahwa cahaya pembangunan benar-benar menyentuh semua warganya, tanpa terkecuali.

Referensi:

Produk Sponsor