Gemerlap investasi senilai Rp62 triliun siap menyinari Cilegon, Banten. Proyek petrokimia raksasa Lotte Chemical Indonesia dijadwalkan akan diresmikan pada awal November 2025, sebuah seremoni yang digadang-gadang menjadi tonggak kemandirian industri nasional.
Para pejabat tinggi negara, seperti yang diberitakan oleh www.kompas.tv (31/10/2025), telah membingkai proyek ini sebagai simbol kemitraan strategis yang akan mengurangi impor, mendongkrak ekspor, dan menempatkan Indonesia di peta rantai pasok global.
Narasi yang terdengar dari menara gading kekuasaan sungguh megah. Namun, di tengah hingar-bingar angka triliunan itu, sebuah pertanyaan fundamental menggema dari sudut-sudut kota baja: untuk siapa sebenarnya pesta besar ini digelar?
Janji Surga di Atas Kertas
Di level nasional, argumen yang disajikan pemerintah memang sulit dibantah. Kehadiran kompleks New Ethylene Project (LINE Project) diharapkan menjadi obat mujarab bagi defisit neraca perdagangan sektor kimia. Bayangan tentang Indonesia yang tidak lagi hanya menjadi pasar, melainkan pemain kunci, dilukis dengan begitu indah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, dalam pertemuannya dengan petinggi Lotte di Korea Selatan, menekankan bagaimana proyek ini akan menciptakan efek domino positif bagi industri dalam negeri. Pengurangan ketergantungan bahan baku impor dan peningkatan daya saing produk nasional adalah mantra yang terus diulang.
Semua terdengar logis, terukur, dan penuh optimisme. Ini adalah cerita sukses yang ingin didengar oleh para investor dan para teknokrat di Jakarta.
Ironi di Tanah Jawara, Asap Pabrik dan Asa Warga
Namun, saat narasi besar itu turun dari langit dan membumi di Cilegon, realitasnya bisa jadi jauh lebih kompleks. Cilegon, yang telah lama menyandang status sebagai kota industri, memiliki sejarah panjang dalam pergulatan antara pertumbuhan ekonomi dan dampak lingkungan serta sosial.
Apakah investasi Rp62 triliun ini akan menjadi babak baru yang menyejahterakan, atau hanya akan mempertebal lapisan jelaga di langit dan memperdalam ironi di 'Tanah Jawara'? Janji 'penciptaan lapangan kerja' perlu dibedah lebih dalam. Berapa banyak dari pekerjaan tersebut yang benar-benar menyerap tenaga kerja lokal untuk posisi strategis dan berketerampilan tinggi?
Ataukah warga sekitar hanya akan menjadi penonton, kebagian peran-peran marginal sebagai tenaga keamanan atau pekerja kasar dengan upah minimum, sementara posisi-posisi kunci diisi oleh tenaga ahli dari luar?
Lebih jauh lagi, jejak karbon dan limbah dari sebuah kompleks petrokimia raksasa bukanlah isapan jempol. Pemerintah menjamin proyek ini diselesaikan dengan 'standar keselamatan tinggi', namun komitmen jangka panjang terhadap kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat sekitar harus menjadi prioritas yang bisa diawasi secara transparan.
Jangan sampai keuntungan ekonomi nasional harus dibayar dengan menurunnya kualitas udara, air, dan kesehatan generasi masa depan Cilegon.
Distribusi Manfaat, Menetes ke Bawah atau Menguap ke Atas?
Salah satu penyakit kronis dari investasi skala masif di daerah adalah fenomena 'ekonomi kantong' (enclave economy). Di mana keuntungan besar dari proyek cenderung mengalir kembali ke investor asing dan pusat kekuasaan di ibu kota, sementara manfaat yang 'menetes ke bawah' (trickle-down effect) bagi masyarakat lokal sangat minim.
Warung-warung kecil, penyedia jasa lokal, dan UMKM di sekitar Cilegon mungkin hanya merasakan riak kecil dari gelombang tsunami investasi ini. Pertanyaannya, adakah skema konkret dan terukur dari pemerintah dan Lotte Chemical untuk memastikan sebagian besar dari perputaran uang raksasa ini benar-benar bersirkulasi dan menghidupkan ekonomi lokal secara berkelanjutan?
Klaim bahwa proyek ini akan 'mendorong transformasi ekonomi' harus dibuktikan dengan meningkatnya taraf hidup warga, bukan sekadar angka PDB nasional yang abstrak.
Menagih Komitmen Nyata, Bukan Sekadar Seremoni
Peresmian pada 6 November 2025 mendatang seharusnya tidak hanya menjadi ajang potong pita dan pidato penuh euforia. Momen tersebut harus menjadi titik awal penagihan komitmen sesungguhnya.
Komitmen untuk transparansi data lingkungan, komitmen untuk program peningkatan kapasitas SDM lokal secara nyata agar mampu mengisi posisi-posisi penting, dan komitmen untuk memastikan rantai pasok proyek melibatkan pengusaha-pengusaha daerah.
Investasi asing adalah pedang bermata dua; bisa menjadi motor penggerak kesejahteraan, namun bisa juga menjadi mesin eksploitasi jika tidak dikelola dengan visi keadilan sosial.
Pada akhirnya, keberhasilan pabrik senilai Rp62 triliun ini tidak seharusnya diukur dari volume ekspornya, melainkan dari senyum dan kualitas hidup warga yang tinggal di halaman belakangnya.
Sumber:
- Karina, Dina. (2025, 31 Oktober). 'Kompleks Petrokimia Lotte Senilai Rp62 T di Cilegon Siap Diresmikan 6 November'. Kompas.tv. Diakses pada 3 November 2025, dari www.kompas.tv.