Wacana pemotongan tunjangan kinerja (Tukin) buat ASN di Pemkot Cilegon bikin gelisah banyak pihak. Di satu sisi ada kebutuhan untuk menyehatkan keuangan daerah setelah koreksi dana transfer pusat, di sisi lain ada ribuan pegawai dan keluarganya yg mengandalkan hak finansial itu. Pada artikel ini akan mengupas kenapa ASN nggak boleh cuma dipandang sebagai beban APBD, dan adakah ketentuan hukum yg patut dicatat sebelum kebijakan dibuat? Silahkan lanjutkan membaca sampai akhir.
Gambaran singkat situasi
Membaca pemberitaan dari BantenNews.co.id (28/9/2025), Wali Kota Cilegon, Robinsar, menyampaikan bahwa pemangkasan Tukin masih sebatas wacana dan akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Menurut berita tersebut, koreksi Transfer ke Daerah (TKD) tercatat mencapai Rp312 miliar dan berdampak pada kemampuan fiskal daerah.
Pernyataan Wali Kota yang perlu dicatat
Dalam pemberitaan yang sama Wali Kota Robinsar mengatakan langsung:
“Kita nanti coba sesuaikan (soal pemotongan tukin-red) mekanismenya seperti apa, masih kita bahas. Yang jelas, kita lihat dulu kemampuan keuangan daerah,” ujar Robinsar ditemui di kantornya, Selasa (28/9/2025).
Robinsar juga menegaskan bahwa rasionalisasi anggaran 2025 dirancang supaya program prioritas tetap jalan. Dalam berita disebutkan pernyataannya:
“Dampaknya pasti ada, tapi tidak signifikan. Dari koreksi TKD sebesar Rp312 miliar, daerah menyesuaikan sekitar Rp236 miliar hingga Rp76 miliar. Insya Allah, program prioritas tidak terganggu,” tegasnya.
Dan terkait pemangkasan belanja sekunder dia menyebut:
“Pelayanan dasar masyarakat tetap jadi prioritas. Yang kita kurangi itu kegiatan seremonial. Tahun depan rapat-rapat tidak lagi makan besar, cukup snack saja,” ujarnya dengan nada tegas.
Mengapa ASN bukan sekadar pos anggaran
ASN itu pelaksana kebijakan dan ujung tombak layanan publik. Kalau tunjangan dipotong seenaknya, efeknya bukan cuma di dompet pegawai, tapi juga di kualitas layanan ke masyarakat. Motivasi kerja bisa turun, kepuasan publik bisa terganggu, dan akhirnya tujuan efisiensi justru berbalik merugikan warga.
Ketentuan hukum yang relevan
Secara hukum ASN punya hak yg dilindungi. Intinya:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara meletakkan dasar hak-hak ASN, termasuk hak atas gaji dan tunjangan yg layak serta perlindungan dalam melaksanakan tugas.
- Peraturan pelaksana terkait penilaian kinerja dan pengaturan tunjangan juga mengatur bahwa perubahan hak finansial mesti sesuai mekanisme dan tidak bersifat sewenang-wenang. Kebijakan rasionalisasi anggaran harus memperhatikan aspek hukum dan prinsip keadilan bagi pegawai.
Singkatnya: setiap upaya pemotongan atau penyesuaian tukin harus jelas dasar hukumnya, transparan mekanismenya, dan ada perlindungan bagi hak pegawai.
Cara rasionalisasi yg adil buat ASN
Jika daerah memang harus berhemat, beberapa pendekatan yg lebih adil bisa dipertimbangkan:
- Utamakan pengurangan di pos nonprioritas dan seremonial, bukan hak finansial pegawai.
- Lakukan konsultasi publik dan sosialisasi ke seluruh pegawai sebelum kebijakan diberlakukan.
- Buat skema penyesuaian temporer yg jelas batas waktunya dan kompensasi di masa mendatang jika fiskal membaik.
- Pastikan ada dasar hukum tertulis untuk setiap perubahan tunjangan sehingga nggak jadi celah bagi praktik sewenang.
Kesimpulan
Menyehatkan anggaran daerah itu perlu, tapi jangan sampai beban mayor ditimpakan cuma ke ASN. Mereka bukan beban, mereka aset pelayanan publik. Pemerintah daerah harus menimbang aspek hukum, keadilan, dan efek jangka panjang pada kualitas layanan saat memutuskan pemotongan Tukin. Sebelum kebijakan final diambil, transparansi dan keterlibatan pegawai wajib dijalankan.
Sumber berita awal: BantenNews.co.id (29/10/2025)
