
Dulurnet, belum kelar masyarakat menanti hukuman Lurah langgar netralitas ASN saat Pemilu 2024, eh ada skandal baru lagi mencuat di lingkaran birokrasi Cilegon. Dari postingan sebelumnya, kita sudah bahas bahwa honorarium senilai total Rp5,3 miliar jadi temuan BPK RI.
Kabarnya aliran honor itu bukan cuma nyangkut di level pejabat dan staf saja, tapi juga mengalir ke mantan Wali Kota dan Wakil periode sebelumnya! Simak sampai habis biar gak gagal paham, Dulurnet berhak mengawal prosesnya demi pemerintahan yang bersih dan transparan
Honor Siluman Temuan BPK, Mengalir ke Pucuk Pimpinan Daerah
Setelah membaca pemberitaan banpos.co (12/06/2025), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Banten menemukan kejanggalan dalam pembayaran honorarium PPKD (Pejabat Penatausahaan Keuangan Daerah) di tubuh Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) Kota Cilegon. Nilainya enggak main-main, tembus Rp5,3 miliar!
Honor tersebut dibagikan ke 70 pegawai di BPKPAD, dengan pengecualian bagi Bidang Pajak Daerah karena mereka sudah menerima Upah Pungut (UP). Tapi yang bikin panasnya lagi, di halaman banpos.co itu menulis bahwa nama mantan Walikota dan mantan Wakil Walikota sebelumnya ikut tercatat sebagai penerima honor yang kini jadi sorotan BPK itu.
Apakah Cukup Selesai dengan Pengembalian?
Publik juga perlu berpikir lebih kritis, apakah cukup bila kasus sebesar ini diselesaikan hanya dengan pengembalian uang? Apakah ini betul-betul murni kesalahan administratif, atau ada indikasi kesengajaan yang dibungkus rapi dengan dalih prosedur? Kalau memang ini cuma soal administrasi, pertanyaannya kok bisa lolos dari mekanisme kontrol internal selama bertahun-tahun?
Di mana peran pengawasan internal, inspektorat, bahkan pimpinan saat itu? Jangan-jangan, yang selama ini kita anggap “kesalahan teknis” justru bagian dari sistem yang dibangun untuk membolehkan kebocoran anggaran secara terstruktur. Siapa yang akan mengunkap misteri konyol ini?
Mekanisme Kontrol Internal Jadi Pertanyaan
Kalau kita flashback ke masa pemerintahan sebelumnya, Cilegon sempat mengalami defisit anggaran yang cukup mengkhawatirkan. Kini dengan munculnya temuan honorarium tak wajar senilai ratusan miliar rupiah, wajar kalau publik mulai menghubungkan titik-titik masalah tersebut.
Bisa jadi, akar dari defisit itu bukan sekadar kekurangan pemasukan, tapi karena tata kelola keuangan yang amburadul dan praktik pembiaran. Temuan ini seolah jadi potret retaknya sistem kontrol internal di tubuh Pemkot saat itu.
Tantangan Robinsar-Fajar Bersih-bersih Sampah Birokrat
Dampak dari kasus ini tentu enggak berhenti di masa lalu aja, tapi juga jadi beban berat buat pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Robinsar. Secara politik, dia harus menghadapi skeptisisme publik dan citra buruk yang diwariskan dari rezim sebelumnya. Sementara secara administratif, sistem yang ditinggalkan penuh lubang dan rawan temuan serupa.
Ini jelas jadi tantangan besar buat Robinsar untuk bersih-bersih birokrasi dan membangun ulang kepercayaan warga. Di sinilah pentingnya dukungan dari masyarakat, karena perubahan enggak bisa jalan kalau cuma ditanggung satu orang di pucuk pemerintahan. Kawal terus dan laporkan apabila ada anomali tata kelola pemerintahan Kota Cilegon.
Publik Berharap Birokrasi Bersih dan Transparan
Kasus ini membuka tabir bahwa sistem pengelolaan honor di lingkungan Pemkot Cilegon perlu pembenahan serius. Terlebih dengan terseretnya nama mantan kepala daerah, publik patut curiga dan mendesak transparansi lebih lanjut. Jangan sampai ini jadi pola korupsi yang dibungkus “legal” lewat administrasi yang rancu.
Dulurnet, siapapun pasti setuju untuk mendorong pengusutan kasus ini secara tuntas. Masyarakat berhak tahu, siapa yang seharusnya bertanggung jawab, dan apakah ini cuma puncak gunung es dari praktik serupa?
Referensi: banpos.co